Thursday 17 November 2016

Bersikap Objektif

Objektif adalah berpikir mengenai keadaan sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi. Sedangkan subjektif adalah sebaliknya.

Contoh subjektif adalah, kita selalu menghina setiap kebijakan presiden Jokowi hanya karena kita tidak suka atau karena kita tidak memilihnya ketika pemilu. Sedangkan bersifat objektif adalah kita mengapresiasi kebijakan Jokowi yang bagus, dan mengkritisi kebijakan bapak Jokowi yang menurut kita kurang tepat.

Kelihatannya mudah bukan? Tapi kenyataan nya sangat sedikit yang bisa berpikir objektif, menurut sumber yang saya baca, sekitar 95 persen manusia berpikir subjektif, sedangkan sisanya sudah mampu berpikir objektif. Anda bagian mana? Coba kita koreksi diri kita masing-masing.

Di era internet dan sosial media sekarang ini informasi mudah tersebar kemana-kemana.  dan internet bisa mencerahkan kita tetapi juga bisa menjerumuskan kita. Salah satu hal yang menurut saya bisa membantu kita untuk bersikap objektif adalah dengan cara selalu mencari informasi dari dua sudut pandang yang berbeda atau each side of the story. Jangan pernah menerima informasi hanya dari sumber tertentu tanpa mencari klarifikasi dari sumber lainnya.

Contoh: Di facebook kita disamping masuk dalam grup atau komunitas yang Pro Palestina, kita juga harus masuk dalam grup Pro Israel. Sehingga kita berpikir jernih dan menemukan titik temu dari masalah kedua belah pihak. Jika Anda hanya masuk dalam salah satu grup maka justru akan memperkeruh suasana. Jika sebelumnya yang pihak yang bertikai adalah 10 juta orang, maka sekarang menjadi 10 juta lebih satu orang ditambah anda.

Contoh lain adalah Jika Anda masuk dalam grup Anti Ahok, Anda juga harus masuk ke dalam grup yang pro Ahok, karena pastinya salah satu grup selalu membicarakan keburukan Ahok, sementara yang lainnya selalu hanya membicarakan kebaikan Ahok. Dengan masuknya Anda ke kedua belah grup, Anda sudah selangkah untuk berfikir jernih dan bersikap objektif. Karena jika Anda hanya masuk salah satu grup facebook sudah pasti Anda memasuki grup yang Anda sukai saja.

Saturday 12 November 2016

Mengejar Gerbong Terakhir

Hari ini tibalah saatnya untuk meninggalkan kota Jakarta ini, walaupun impian saya untuk menaklukkannya belum tercapai, toh suatu saat aku bisa kembali lagi ke pangkuan ibukota untuk menaklukkan ambisi yang tertunda. Setidaknya yang saya dapatkan empat puluh hari di sini  jauh lebih banyak daripada apa yang saya keluarkan.

Saya mulai mengemas barang-barang yang akan saya bawa nanti, sepertinya sudah tidak ada ruang lagi di dalam kedua tasku ini, terpaksa sebagian yang tidak perlu saya tinggalkan di sini. Kemudian dengan berat hati saya melangkahkan kaki menuju rumah ibu kos untuk menyerahkan kunci. Sementara tiket sudah dibooking jauh hari, jadwalnya pukul 16.00.

Saya mulai berjalan menelusuri aspal ibukota pukul 14.00. Dengan kedua tas yang sangat berat ini saya berjalan kaki ditemani teriknya mentari menuju halte terdekat di mampang prapatan, jaraknya hampir 2km dari tempat kos saya di jalan bangka. Saya terus berjalan menerobos panas, polusi, macet sekuat tenaga saya lalui. Setiap pergi kemanapun saya selalu jalan kaki sejauh ini, transportasi yang saya gunakan hanya transjakarta yang murah meriah untuk mengirit biaya hidup yang kian menghimpit.

Di tengah jalan saya menyadari ada yang berbeda hari ini, saya membawa beban yang sangat berat, rasanya saya bisa pingsan jika terus melangkah, akhirnya saya memutuskan untuk mampir di kedai es untuk sekedar mengelap keringat dan memulihkan tenaga, lagi-lagi hal yang tidak pernah saya lakukan sebelumnya. Selang beberapa menit kemudian saya mulai melanjutkan perjalanan, dengan peluh menetes akhirnya sampailah saya di halte Mampang Prapatan, melewati jembatan penyeberangan rasanya deretan gedung seolah melambai mengucapan selamat tinggal. Dalam hati penuh ambisi saya berjanji untuk kembali lagi suatu saat nanti jika Tuhan menghendaki, untuk mewujudkan mimpi yang tertunda ini.

Deretan gedung terlihat dari penyeberangan menuju halte Mampang Prapatan 


Ditemani deru mesin kendaraan yang lalu lalang, saya mulai menunggu bus Transjakarta untuk menuju Stasiun Senen. Beberapa saat kemudian datanglah bus yang ditunggu-tunggu, dengan girang sayapun berdiri dan menyiapkan barang-barang saya, tapi saya kemudian mengurungkan untuk naik bus ini karena penumpang penuh, dengan bawaan saya cukup berat dan merepotkan saya pikir akan menyulitkan untuk masuk dan keluar dalam bus yang penuh sesak ini.

Sayapun menunggu bus selanjutnya, dan ternyata sama saja penuhnya. Saya mencoba menunggu lagi untuk ketiga kalinya dan ternyata sama saja, karena keterbatasan waktu walaupun penuh sesak saya memberanikan diri untuk masuk. Meskipun dengan berdiri, saya sudah bersyukur bisa memasuki bus ini.

Seperti biasa jalan di kota Jakarta selalu macet setiap hari. saya mulai menyesali mengapa saya menghabiskan waktu di jalan dan halte, karena waktu terus berjalan cepat tak peduli bus ini bisa berjalan atau tidak. kemacetan selalu tak terhindari jika bertemu lampu lalu lintas yang padat. Meskipun seolah hanya merayap akhirnya bus pun tiba di halte transit untuk kemudian naik bus lagi menuju Stasiun Senen.

Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya datanglah juga bus yang ditunggu-tunggu, saya yakin bisa sampai tepat waktu dan bisa mampir sebentar ke toko oleh-oleh nantinya. sebelumnya saya belum ke Stasiun Senen melewati jalur ini, biasanya lewat jalur Harmoni. Saya lewat jalur ini karena saya pikir bisa lebih cepat sampai.

Halte demi halte terlewati dan halte yang akan dituju pun sudah di depan mata.

"Lho mas kok gak berhenti?" tanyaku.
"Mas nya mau kemana?" kernet balik bertanya.
"Ke stasiun senen mas."
"Harusnya turunnya di halte sebelumnya, kalau halte ini khusus dari arah harmoni." kernet menjelaskan.
"Yaudah saya turun di sini saja, boleh?" pintaku.
"Gak boleh mas, bisanya transit dulu ke harmoni baru balik ke sini lagi."
"Waktunya mepet banget mas, kalau halte terdekat bisa?" Sahutku, Nanti baliknya naik bus dari arah sebaliknya?"
"Gak bisa mas, ini haltenya satu arah. Dari harmoni ke stasiun pakai rute lain." Tampiknya dengan tegas.

Salah satu halte di sudut kota Jakarta 

Sempat terbersit untuk turun di halte terdekat saja kemudian naik ojek. Tapi saya pikir sama saja butuh waktu untuk mencari ojeknya, ya kalau ketemu, kalau tidak ketemu ya hangus tiket yang sudah dibooking jauh-jauh hari. Akhirnya saya pasrah saja dengan keadaan, kalau saya ketinggalan kereta berarti rezeki saya di sini, dan saya akan melanjutkan berjuang sendiri di sini.

Alhamdulillah untuk kali ini jalanan lancar tanpa kendala berarti, melewati Monas saya teringat semangat saya waktu pertama kali menginjakkan kaki di kota ini, datang dengan segenggam modal tetapi sejuta impian, akankah saya benar-benar meninggalkan semua ini? Saya belum yakin dengan keputusan yang kuambil, ah biarlah waktu yang akan menentukan.


Flashback hari pertama mengunjungi Jakarta 


Walaupun saya berjuang sekuat tenaga untuk mencapai kereta, tetapi di dalam perjalanan ini saya mulai memikirkan rencana lain jika saja kemungkinan buruk terjadi. Saya pikir saya akan tinggal di Masjid untuk berteduh, rasanya cukup sulit untuk mendapat kosan dengan hanya beberapa lembar rupiah berwarna merah ini, belum lagi biaya makan sehari-hari.

Waktu menunjukkan pukul 15.40, halte Harmoni sudah terlihat di ujung aspal, walaupun tidak yakin setidaknya masih ada kemungkinan untuk sampai tepat waktu, dengan tersenyum saya menyiapkan barang-barang saya yang akan diturunkan.

Dengan cepat saya menginjakkan kaki ke halte paling ramai di jakarta ini. Dengan hati-hati saya melangkah dengan menundukkan pandangan supaya tidak jatuh di antara bus dan halte ini. Saya mulai menatap ke depan, seketika saya lemas melihat antrian manusia menggurita di dalam halte ini.

Masih mengantre di Halte 


Ya Tuhan, semua adalah tergantung keputusanmu, dan saya yakin takdirmu pasti baik. Mungkin ini cara Tuhan untuk menghalangi saya pulang, karena saya bisa sukses di sini, saya mulai menghibur diri untuk menghilangkan ketegangan yang memuncak.

Dengan langkah putus asa, saya mulai mengantri di barisan. Waktu menunjukkan pukul 15.45. Dalam hati bergumam, "Sampai kapan saya harus terjebak di halte yang panas ini Tuhan?." Saya menoleh kanan kiri, ternyata tidak hanya manusianya saja yang antri melainkan bus-bus juga turut mengantri memberi secercah harapan untuk saya.

Selang beberapa menit kemudian saya pun akhirnya bisa menginjakkan kaki di bus lagi, meskipun penumpang hampir penuh tapi saya bersyukur, jalan di koridor ini tidak ada macet. Tidak berselang lama akhirnya tibalah di halte senen. Tak peduli penuhnya orang di dalam bus, saya terobos semua dengan kedua tangan membawa beban yang berat ini.

15.54 saya menginjakkan kaki di halte senen. Sedari awal saya sudah menyadari jarak antara halte dan stasiun cukup jauh sekitar 500 meter sehingga saya berangkat lebih awal supaya bisa beristirahat di jalan, dan kalaupun masih ada waktu bisa untuk beli oleh-oleh di antara halte menuju stasiun.

Melompat ke tanah, saya lari sekuat tenaga beban berat seolah tak dirasa, tak peduli orang-orang melongo berkata apa. detak jantung, hembusan nafas, dan suara sepatu seolah seirama sama kencang nya. Sesampainya di stasiun saya menuju mesin tiket, karena tiket yang dibooking via online hanya mendapatkan kode yang bisa dimasukkan di mesin pencetak tiket yang berada di stasiun nanti, beruntungnya lagi kali ini juga sepi.

Saya lari lagi sekencang mungkin menuju peron di seberang gedung sana, yang jelas untuk melihat jam tangan pun tidak sempat. Tidak peduli kereta masih ada ataupun juga sudah ikut berlari, yang penting saya sudah berjuang sekuat tenaga.

Sesampainya di penukaran tiket, saya curiga kok sudah tidak ada yang antri?, "Apa keretanya sudah berangkat?." firasat saya. Dengan lesu saya menyodorkan tiket dan KTP untuk diperiksa petugas. Kemudian mereka  mempersilakan saya untuk menuju peron melewati jembatan bawah tanah.

Berlari melewati jembatan, Saya hampir berteriak kegirangan mendapati kereta masih belum beranjak, dengan penuh syukur saya menginjakkan kaki di kereta ini. Tanpa basa basi saya langsung duduk di bangku saya. Tiga orang yang sebangku dengan saya menatap penuh keheranan, mungkin karena melihat peluh keringat saya.

"Mas baru datang ya?." Tanya seseorang.
"Iya." Sahut saya.
"Kenapa?." Dia menginterogasi.
"Macet," kata itulah yang spontan terucap,  rasanya saya harus mengatur nafas terlebih dahulu untuk bisa menjelaskan semuanya.

Belum sempat mengelap peluh, kereta perlahan merayap meninggalkan ibukota. Meninggalkan semua harapan dan impian, bergerak membawa sejuta kenangan dan pengalaman yang tak ternilai harganya.




Thursday 10 November 2016

Seandainya Magetan yang Jadi Ibukota

Seandainya Magetan yang jadi ibukota Indonesia pada tahun 1945, kira-kira apa yang terjadi di Magetan saat ini? Ada beberapa dampak positif dan negatif jika itu terjadi, simak ulasannya berikut ini. 



Gedung Tinggi

Gedung-gedung tinggi akan membentang dari Magetan ke Maospati, Tidak ada pemandangan sawah hijau yang menghampar seperti sekarang ini. Yang ada hanyalah hutan beton yang menghalangi semilirnya angin. Apakah itu positif atau negatif? Tergantung darimana sudut pandang kita. 



Pemandangan dari Gunung Lawu

Pemandangan landskap kota Magetan akan bisa dinikmati dari Jalan Tembus dan Sarangan, tidak seperti Jakarta yang jauh dari pegunungan. begini kira-kira ilustrasinya. Indah bukan?  






Telaga Saranga

Sarangan sebenarnya tidak kalah indahnya dengan Puncak Bogor, maupun Batu Malang, sebagaimana prinsip ekonomi sebagus apapun barangnya, kalau pasarnya sepi ya siapa yang datang ke toko? Sayangnya Sarangan tidak terletak di kota besar, sehingga kurang begitu populer di Indonesia. Nah jika saja Magetan yang jadi ibukota otomatis akan mungkin saat ini menjadi salah satu destinasi populer di Indonesia. Dan tentu saja setiap malam minggu macet, seperti yang terjadi di Puncak Bogor sekarang ini. 


Udara

Jika tidak dikelola dengan baik, mungkin akan sama nasibnya dengan Jakarta dan kota besar lainnya yang mana masalah utamanya salah satunya adalah polusi udara yang parah, Magetan dan Sarangan tidak akan sesejuk sekarang ini. 



Macet

Masalah lain dari kota urban umumnya adalah macet, mungkin dari Magetan ke Maospati membutuhkan lebih dari satu jam untuk sampai. Mungkin untuk mengatasi ini akan dibangun MRT dari Magetan ke Madiun untuk mengurai kemacetan. Keren kan? Bayangkan. 


Pawitandirogo

Bukan jabodetabek, Melainkan PAWITANDIROGO yang menjadi Megapolitan, dan menjelma menjadi salah satu daerah urban terbesar di dunia. Apa yang terjadi? Magetan sumpek. 


Mahalnya Biaya Hidup

Seiring membludaknya gelombangnya urbanisasi ke Ibukota, menjadikan barang-barang menjadi mahal terutama makanan, mungkin nasi pecel Rp. 2500 + tempe tidak ada ceritanya, alias hanya mitos. 



Pacitan

Bukan Ancol, Melainkan Pacitan akan menjadi destinasi pantai populer di Indonesia, pembangunan pariwisata gencar dimana-mana untuk memenuhi permintaan masyarakat urban untuk menghilangkan stress dari bising nya kota. 


Ekonomi Jatim

Dengan Magetan sebagai ibukota, dan Surabaya sebagai kota terbesar kedua, besar kemungkinan menjadikan Jatim sebagai pusat ekonomi dan bisnis di Indonesia, Segitiga emas raksasa yang kokoh antara 3 kota besar Magetan, Surabaya, dan Malang. 







Wednesday 9 November 2016

Hantu, Apakah Benar-benar Ada?

Dahulu saya sangat-sangat penakut, pergi ke masjid malam hari saja tidak berani, bahkan ke kamar mandi rumah sendiri pun tidak berani, dan ini terjadi juga dengan adik-adik saya sekarang, sehingga mendorong saya untuk menuliskan hal ini. Mungkin saya jadi penakut karena dari kecil sudah dicekoki cerita-cerita mistis, film horor, bahkan oleh orang tua sendiri, seperti kalau nakal akan diganggu setan, dll. sehingga tertancap dalam pikiran bawah.

Setelah dewasa saya mulai bisa berfikir rasional, meskipun hantu itu masih belum bisa keluar dari pikiran bawah sadar saya, saya mulai tidak memercayai hantu, karena selama ini saya tidak pernah meihat hantu, dan tidak ada bukti ilmiah akan adanya hantu walaupun saya sebagai orang islam percaya dengan malaikat dan setan, tetapi hidup di alam lain yang tidak mungkin wujud di alam kita.

Ilmuan sudah memperdebatkan dan bahkan melakukan penelitian akan adanya hantu ini, yang sederhananya hantu itu hanya lah ilusi saja, buktinya semakin canggihnya teknologi, tidak ada yang berhasil kejepret kamera ketika menampakkan diri? Gak ada yang terekam CCTV yang sudah tersebar di bumi ini?

Dan hantu itu sangat lekat dengan kebudayaan masyarakat setempat, sebagai contoh kita hidup di Indonesia cuma mendengar cerita-cerita tentang hantu lokal seperti pocong, genderuwo, dll. jadi ilusinya hanya hantu lokal saja yang nampak. Hal ini setiap negara berbeda-beda jenis hantunya, tergantung kebudayaan masyarakat setempat. Memangnya tidak ada satu hantu pun yang imigrasi? :-D Kan mudah saja, kalau mau tinggal memakai jurus menghilang dan berpindah tempat seperti di film-film.

Kenapa legenda hantu masih lestari hingga abad milenium ini? Karena selama ini cerita dan legenda yang populer hanyalah hantu, hantu, dan hantu. saya tidak pernah dengar sekalipun orang ketemu malaikat di tempat ini atau muncul di sini. Karena film tentang malaikat gak ada? Mungkin.

Saya sekarang bahkan menertawakan kalau orang cerita merasa ketemu hantu. yang sering saya dengar adalah tentang orang lewat tempat seram dengan motor, kemudian orang tersebut merasa seolah-olah ada yang membonceng di belakang.  kemudian saya tanya, coba besok lewat lagi ke tempat yang sama berdua, jadi merasa boncengan bertiga nggak? :D saya pastikan tidak, karena perasaan takut sudah tidak ada lagi, sehingga tidak ada ilusi tentang hantu.

Kesimpulan saya, hantu hanyalah ilusi yang didramatisir, sehingga menghasilkan cerita yang indah, dan keindahan dan keasyikan akan cerita hantu itulah yang semakin mempercepat penyebaran cerita tersebut. Bagaimana menurut Anda? Apakah masih percaya hantu?

Wallahu a'lam..

Thursday 3 November 2016

Ahok Berhak Memimpin Jakarta?

Saya sebenarnya agak males ngomongin politik, tapi terpaksa saya menulis ini  karena tensi panasnya perkembangan politik di tanah air akhir-akhir ini, terutama setelah Ahok mencatut ayat Qur'an segala di kepulauan seribu, saya mencoba menulis uneg-uneg saya sebagai orang awam yang mungkin memberi perspektif lain dalam kasus ini.

Saya pribadi sebenarnya suka dengan kinerja Ahok yang memimpin Jakarta, akan tetapi saya tidak suka dengan pribadi Ahok yang terkesan angkuh dengan cara ngomong nya yang kasar, tapi oke lah bisa dimaklumi, mungkin itu memang karakter dia, dan dia memang tidak  bisa  dinilai dari kacamata saya yang pure jawa yang mungkin kebudayaan dan kebiasaannya berbeda dengan tionghoa. Jadi saya tidak pernah mempermasalahkan dia karena Tionghoa ataupun karena non muslim, karakter dia yang arogan pun masih bisa saya maklumi.

Saya mulai tidak suka dengan Ahok setelah dia membawa Al-Quran yang notabene kitab yang disucikan umat Islam, saya paham betul pemikiran Islam garis keras bagaimana, seandainya mereka ini di pakistan atau negara-negara konservatif lainnya mungkin sekarang ini dia tinggal nama saja. Untungnya dia hidup di Indonesia yang Islamnya mayoritas  moderat, bahkan paling moderat  nomor 2 di dunia setelah Turki.

Intinya bukan kapasitas Ahok untuk mengomentari atau bahkan menafsiri Al-qur'an,  apalagi sudah berani menjudge ulama membohongi pakai Al-qur'an, saya bilang sudah keterlaluan. sebenarnya saya pribadi tidak memakai tafsir itu sebagai pemimpin, kalaupun pemimpin pasti ayat itu ada konteksnya, akan tetapi saya menghormati tafsir lain, karena Islam itu luas, tidak sesempit otak kita.

Kita ini hidup di negara demokrasi, dan jika kita mengacu pada nenek moyang demokrasi, di Amerika masih menggunakan isu sara, dengan mengatakan Obama muslim lah, Negro lah dll. Bahkan sampai sekarang pun masih ada rakyat amerika yang  percaya kalau obama muslim. Bukan sebagai pembenaran kita untuk rasis, akan tetapi biar kita tahu dan tidak menjelek-jelekkan bangsa sendiri, karena yang Rasis dan Sara itu bukan hanya Indonesia dan Islam saja.

Oke, kita balik lagi ke Indonesia, sesuai konstitusi Ahok berhak untuk menjadi gubernur, bahkan presiden pun dia punya hak. Akan tetapi rakyat juga punya hak untuk tidak memilihnya. Gitu aja kok repot!

Dan saran saya untuk pemerintah menghadapi demo 4 november besok, sebaiknya  jangan sampai menggunakan kekerasan sehingga memberi kesan aparat itu musuh Islam, sehingga memperkeruh keadaan karena konflik bisa melebar kemana-mana. Saya yakin tidak akan efektif jika menggunakan kekerasan, orang Islam itu tidak takut mati, sementara apalagi yang lebih menakutkan daripada kematian?

Wednesday 28 September 2016

Bernostalgia dengan Google Street View

Dalam hidup kita pasti pernah mengalami hal-hal yang menarik, mengesankan dan tak bisa dilupakan, sehingga menjadi kenangan dalam hidup kita. Kenangan itu pasti ada yang baik dan buruk, yang buruk biarlah berlalu sebagai pelajaran, yang baik-baik saja  yang selalu kita ingat sebagai kenangan indah.

Terkadang kita ingin mengunjungi tempat-tempat yang pernah kita lewati atau kunjungi, baik ke tempat wisata, sekolah, atau bahkan rumah mantan mungkin, hehe. namun seiring berjalannya waktu, kita semakin menjauh dari tempat-tempat kenangan tersebut, entah karena kerja, atau kuliah, keterbatasan waktu, hingga karena malu, yaiyalah mantan udah punya suami/istri, hehehe

Tapi tidak usah khawatir, ternyata google maps/street view yang selama ini kita kenal sebagai aplikasi navigasi, bisa juga lho berguna sebagai aplikasi nostalgia. Entah sejak kapan google street view masuk desa saya, lha kok ujug-ujug desa saya sudah masuk google street view. dimulai dari situlah, saya akhirnya penasaran mencoba searching desa-desa lain, dan ternyata google streetview sudah menjangkau ke hampir seluruh pelosok desa di pulau jawa, dan gambarnya juga cukup up to date.

Kemudian sayapun terfikirkan untuk mencari tempat-tempat yang pernah saya kunjungi, sebelumnya agak sulit untuk mencarinya, tapi setelah diubek-ubek ketemu juga, dan hasilnya sudah banyak perubahan, ini menunjukkan Indonesia itu masih dalam perkembangan menjadi semakin baik.

Berikut ini saya berikan contoh gambar-gambar yang saya screenshot dari google streetview berikut kisah di baliknya.

Masjid di Ponorogo.  
Waktu MTs saya pernah ikut kegiatan silaturahmi ke masjid-masjid selama 40 hari ke Ponorogo. Di masjid ini saya menetap 3 hari. Daerah ini konturnya naik turun perbukitan, jaraknya cukup jauh dengan masjid jumatan. sehingga waktu itu kita semua berjalan menuju masjid berkilo-kilo meter, saya waktu itu masih kecil sehingga kecapean, sehingga digendong teman saya ketika naik tanjakan, ah alangkah indahnya masa itu, yang mana beban hidup hanya lah ketika ditugasi ceramah, ta'lim, atau mutakalim saja.

Tanjakan Temboro-Kembangan. 
Semasa MI Hingga MTs saya setiap harui naik sepeda 4km menuju sekolah. Inilah medan terberatnya. di tanjakan inilah saya turun dan nuntun sepeda ke atas, dan nuntun juga ketika ke bawah karena tidak ada rem, kadang kalau kepepet mau terlambat meluncur dengan extrem menggunakan rem sandal, sehingga karena itulah sandal saya selalu keropos sebelah hehe

Jalan Jenderal Sudirman Jakarta. 
Beberapa tahun lalu saya ke Jakarta, yah meskipun 40 hari, tapi saya mencoba memanfaatkan dengan sebaik-baiknya dengan mencari ilmu dan pengalaman sebanyak-banyaknya. Salah satunya ketika car free day di jalan jenderal sudirman jakarta, saya jalan kaki dari monas ke gelora bung karno. tidak hanya itu saya juga muterin GBK, ternyata luas banget udah jalan lamaaaa gak sampai-sampai, dari ketemu  komunitas bola sampai komunitas skate board,  dari ketemu penjual jamu sampai jualan es, akhirnya sampai juga. 

Pada hari itu tidak hanya jalan kaki ketika ikut car free day saja, sebelum itu demi pengiritan, dari tempat kos saya sampai halte transjakarta juga jalan kaki hampir 2km. pulang nya juga jalan kaki, jadi totalnya hari itu saya jalan kaki lebih dari 10km, dan itu saya lakukan sendiri. Di jakarta saya sendirian, teman-teman sudah pada pulang ke jawa. Meskipun begitu, jalan kaki di Jakarta menurut saya tidak terasa capek. baru terasa nya ketika sampai di rumah, soalnya seperti yang kita tahu, jalan jenderal sudirman itu pusat kotanya Jakarta, jadi pemandangan nya landskap gedung-gedung tinggi nan besar, jadi seolah-olah cuma melewati beberapa rumah saja, tapi itu hanya ilusi saja. :-)




Monday 26 September 2016

Kembalian Permen

Siang itu saya pergi ke JNE Temboro untuk mengirimkan sebuah paket untuk customer saya, pekerjaannya sebagai agen JNE ini sebenarnya sebagai sampingan saja, untuk bisnis pokoknya adalah jualan di toko, jadi JNE dan tokonya berada dalam satu ruangan, saya ke temboro karena agen inilah yang terdekat dari tempat tinggal saya.

Seperti biasa saya cek dulu ongkos kirimnya yang tertera pada website resmi JNE, dan ternyata tarifnya ada selisihnya, ya bisa dimaklumi lah cuma Rp. 1000, mungkin untung dari JNE tidak seberapa, pikir saya.

Saya pun membayar nya dengan uang Rp. 25.000, dan masih sisa Rp. 1000, saya menunggu si penjual ke belakang mengambil kembalian, beberapa saat kemudian muncullah suara krosek-krosek seperti sebuah tangan merogoh sesuatu. Saya mulai berfirasat tidak enak, dan ternyata seperti yang diduga, si penjual membawa segenggam permen, tanpa basa-basi ataupun permintaan maaf, langsung menyodorkan segenggam permen ke saya kemudian langsung berpaling, sayapun juga langsung pergi sambil menggerutu dalam hati, suatu saat saya kesini lagi saya bayarnya pakai setoples permen, hahaha

Memang duit Rp. 1000 terlihat sepele menurut kita, tapi bukanlah hal sepele di mata hukum, dikatakan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. "Sesuai Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, pengusaha ataupun pedagang yang mengganti uang kembalian dengan permen bisa dijerat ancaman sanksi maksimal dua tahun penjara dan denda maksimal Rp5 miliar," kata Kepala Bidang Perlindungan Konsumen dan Pengawasan Barang Beredar Disperindagsar Kabupaten Kotim, Maulana, di Sampit, Kamis (19/7).


Saturday 24 September 2016

Cara Membuat Air Mancur dengan Rp. 50.000

Karena pekerjaan saya yang sangat santai, masih banyak waktu 'nganggur' di rumah yang bisa saya manfaatkan untuk berkreasi, kemarin saya berhasil membuat sebuah air mancur cantik dengan budget hanya Rp. 50.000. Selain menambah estetika rumah kita, suara gemericik air mempunyai  efek untuk menenangkan pikiran, suasana damai inilah yang bisa membuat tidur kita menjadi nyenyak. 
Sebenarnya saya pribadi nyaris gratis, karena memanfaatkan barang-barang bekas yang tidak terpakai di rumah, Oke langsung saja kita siapkan bahan-bahannya:


1. Filter internal Aquarium. 
Saya memanfaatkan filter internal aquarium yang sudah berisik, dulu saya dapatkan Rp. 35.000 dari online shop, mungkin kalau sekarang seharga kurang dari Rp. 50.000 lah. Filter internal juga sudah dilengkapi pipa, dan nozzle untuk akuarium nya, tetapi supaya lebih panjang dan fleksibel, Anda bisa mengganti pipa dengan selang. Dengan filter ini kita juga bisa memelihara ikan di air mancur. 


2. Gentong, atau gerabah apa saja dua buah.
Pemilihan gerabah karena memberikan kesan alami, klasik, dan bernilai sejarah, karena bahan-bahan inilah yang dipakai nenek moyang kita sebelum produk china menyerang, hehe,


3. Lampu LED.
Lampu LED kecil saya dapatkan seharga Rp. 500 dari toko elektronik, untuk menyalakan nya harus menggunakan charger handphone, dan harus 2 pcs dengan rangkaian seri, kalau tidak seperti itu, bisa dipastikan lampunya akan hangus. :-)


4. Bekas botol minyak wangi.
Botol ini fungsinya untuk melindungi lampu dari air, Anda juga bisa menggunakan apa saja yang penting intinya melindungi dari air dan cahaya tetap terpancar baik. Supaya airnya tidak masuk, lem bagian kepala botol menggunakan lem silikon/lem kaca/lem akuarium, gunakan kabel headset/kabel kecil.

Bahan-bahannya sesederhana itu, Anda bisa memasangnya dengan kreativitas sendiri, jika Anda ingin melihat video air mancur nya bisa ditonton di bawah ini: 










Suasana Siang Hari


Suasana Malam Hari

Friday 23 September 2016

Transformasi Ideologi Saya dari Masa ke Masa



Kali ini saya akan menuliskan transformasi Ideologi saya dari masa ke masa, mulai dari kecil hingga saat ini, semoga memberikan gambaran yang utuh mengenai  diri saya.

Saya lahir dari keluarga  yang sangat religius, dari kecil sudah dididik untuk shalat berjamaah, puasa, dan tuntutan agama lainnya,  bahkan sebelum sekolah saya sudah puasa hampir sebulan penuh, yang pasti saya dididik untuk jadi seorang ustad atau minimal dai, itulah ekspektasi kedua orangtua saya, sehingga saya dididik berbeda dengan anak-anak lainnya.

Keluarga saya sangat konservatif, dahulu menganggap bahwa menonton TV adalah kemaksiatan, sehingga setiap nonton kartun harus pergi ke rumah teman, setiap meminta izin kepada orang tua selalu dipesan untuk selalu berzikir ketika nonton nanti biar tidak digoda setan, saya sanggupi meskipun zikir  pas iklan saja, karena pas acara mungkin setannya juga ikut nonton jadi tidak ganggu, hehe.

Ibu dan bapak saya bukanlah ahli agama, hanya orang awam yang sedikit tahu tentang agama, dan semakin memperdalam agama setelah ikut gerakan Jamaah Tabligh yang berpusat di Magetan, yang dari sinilah orang tua saya mengambil rujukan agama, dan ikut aktif dalam organisasi tersebut, bahkan bisa dikatakan senior dalam kelompok lokal di desa.

Saya sangat mengapresiasi dan menghargai gerakan Jamaah Tabligh ini, bahkan sampai sekarang saya masih ikut berdakwah dengan mereka, karena dengan semangat dan ketulusan, banyak yang mendapatkan hidayah sebab mereka, kelompok yang berpusat di India ini mendakwahkan agama dengan ketulusan tanpa kekerasan, bahkan kepada hewan sekalipun.

Mulai dari MI, MTs, hingga MA, saya sekolah di salah satu pesantren di Magetan yang berafiliasi dengan Jamaah Tabligh, saya akui pesantren ini luar biasa, menghasilkan ulama, dan da'i-da'i yang tersebar ke seluruh dunia, melahirkan ustadz yang tidak hanya berilmu tapi juga dibekali iman yang kuat. Meskipun begitu dalam beberapa hal berseberangan dengan pemikiran saya, seperti metode yang saya anggap masih tradisional, lebih mengedepankan hafalan daripada pemahaman, cenderung mendiskreditkan pendidikan formal, dan menurut saya rendahnya pendidikanlah  yang membuat peradaban Islam semakin tertinggal. Tidak ada gading yang tak retak, pesantren ini masih menjadi referensi utama saya. Dan saya percaya pesantren ini dibangun dengan cita-cita yang besar dan akan berkembang lebih maju seiring berjalannya waktu.

Seperti pesantren pada umumnya, pelajaran agama dan bahasa Arab mengambil porsi terbanyak, tetapi justru bahasa inggrislah yang paling saya minati, dengan berbekal inilah saya gunakan untuk mengeruk informasi dan ilmu apa saja dan darimana saja, dan dengan bahasa inilah yang akan saya gunakan untuk berdakwah kelak ke seluruh dunia.

Saya termasuk orang punya rasa ingin tahu yang cukup tinggi, bahkan saat menonton TV selalu disandingkan dengan smartphone, ketika ada istilah yang tidak saya ketahui atau ada sesuatu yang menarik  langsung mencari nya di Internet, kegiatan saya di rumah adalah membaca apa saja yang menurut saya menarik, meskipun saya tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat lebih tinggi, akan tetapi saya yakin, saya membaca dan belajar setiap hari lebih lama dari Anda.

  Berbeda dengan di pesantren yang hanya mendengarkan pelajaran dari satu ustadz, dari internet juga saya mempelajari Islam dalam banyak versi. tidak hanya Islam, bahkan saya sedikit banyak tahu tentang ajaran kristen, katolik, budha, hindu, cukup tahu saja tidak mendalami. saya membaca banyak referensi di situs Islami, Mulai dari Muhammadiyah, NU, wahabi, salafi, hingga JIL.

Semakin banyak informasi yang saya dapat, saya merasa bahwa Islam versi Muhammadiyah lah yang paling sesuai menurut saya pribadi, Islam yang progresif dan tidak terjebak dengan agama yang ritualis simbolik. urusan budaya dan kebangsaan NU yang terdepan, dalam hal dakwah Jamaah Tabligh yang paling luar biasa, meskipun begitu saya tidak terikat dengan kelompok tertentu, saya ikuti yang benar, dan meninggalkan yang menurut saya salah, karena setiap ormas tidak ada yang sempurna.

Alasan saya untuk hanya mengambil  yang baik saja dari sekian banyak ormas adalah karena menurut saya dalam menjalankan sesuatu dibutuhkan kenyamanan dalam hati, karena bagaimana bisa kita dikatakan beriman jika apa yang dilakukannya membuat dirinya sendiri tidak nyaman? Bukan ketulusan, hanyalah iman yang dipaksakan.

Saya yang berbeda dari teman-teman saya inilah yang membuat saya seringkali dicap liberal, ya saya memang liberal dalam artian harfiah, dalam KBBI liberal artinya bebas, bebas berfikir, bebas membaca apa saja, bebas mengkritik. dengan kebebasan inilah yang membuat saya keluar dari tempurung, tidak terikat dan fanatik dengan aliran apapun, bisa bertoleransi dengan aliran bahkan agama manapun.

Selain bebas, saya juga terbuka dengan informasi dan kritik dari siapapun, tulisan ini tidak bertujuan untuk mendiskreditkan pihak tertentu, apabila kurang berkenan, saya mohon maaf sebesar-besarnya.


Wednesday 31 August 2016

Menghadapi Begal di Kenjeran


Waktu menunjukkan pukul 20.45, Saya dan sahabat saya Yusuf sedang terjebak macet menuju ke jembatan suroboyo, untuk menyaksikan pertunjukan air mancur menari yang hanya dinyalakan seminggu sekali dan hanya satu jam saja.

Jarak lokasi masih 500 meter, sedangkan kondisi jalan benar-benar 'stuck' tidak bisa jalan sama sekali, akhirnya kami memutuskan untuk memarkir motor di pinggir jalan, kemudian melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju lokasi.

Kami bergegas menuju lokasi, Susah sekali jalannya, meskipun jalan kaki tetep sangat sulit untuk menembus kemacetan ini, dengan cara menekuk-nekuk badan akhirnya kami berhasil menembus kemacetan ini.

Sembari mengusap peluh keringat, terlihat kemegahan jembatan surabaya yang baru saja diresmikan ini, suasana begitu padat, setiap jengkal jembatan penuh dengan manusia, semua berfokus menikmati keindahan air mancur LED yang bergoyang-goyang dengan semangatnya, diiringi dengan alunan musik khas suroboyo, yang semakin menambah suasana syahdu malam ini.

Tidak mau melewatkan moment ini, saya segera mengeluarkan kamera dan berselfie ria, semua pengunjung juga berselfie berjamaah mengarah pada latar belakang yang sama, saya jadi teringat andai saja kami masih melanjutkan perjalanan menggunakan motor, pasti sekarang masih "misuh" bersama dengan ribuan orang lainnya, akhirnya saya bersyukur, karena jauh-jauh dari magetan sana, tujuan utama adalah jembatan ini, jika ini kelewatan mungkin tidak ada kesempatan untuk kedua kalinya.

Selepas puas berfoto, kami duduk menikmati panorama jembatan terindah di asia ini, tak lama kemudian sayup-sayup terdengar suara anouncer yang mengumumkan bahwa air mancur akan dimatikan, dan jembatan akan segera ditutup, semua pengunjung untuk segera meninggalkan jembatan, kami segera keluar dari jembatan, melihat jalanan yang justru semakin parah macetnya karena pengunjung berhamburan keluar, kami memutuskan bersantai di taman sejenak menunggu  jalan sepi.

Selang 45 menit kemudian.

"Mas, segera keluar dari sini, sudah tutup" Teriak dua orang satpol PP yang menghampiri kami.
"Sebentar mas, masih nunggu jalanan lengang" sahut saya.
"Jangan mas, nanti kalau ada apa-apa di sini kami petugas yang disalahkan, sebaiknya sampean segera pergi dan mencari jalan raya tengah kota yang ramai,  hati-hati di sekitar pantai kenjeran ini banyak begal. " saran petugas satpol PP.
"Oh gitu, siap pak" kami segera meninggalkan taman, dan jalanan pun ternyata sudah  sepi, kami bergegas menuju parkir motor yang kami tinggalkan 500m sana.
Selang 5 menit akhirnya sampailah saya di tempat motor.
"Tujuan berikutnya kemana rif? " tanya Yusuf, yang kemudian saya respon dengan membuka google untuk mencari spot wisata di surabaya. 

Cukup lama saya browsing di pinggir  jalan yang sepi dan gelap ini, di tengah berselancar ria, tiba-tiba kami dihampiri dua pemuda yang sepertinya sudah menunggu sekitar 10 meter di dekat motor saya, yang satu berpostur tinggi dan satunya lagi  berbadan gempal tapi pendek, tatapan mata tajam, wajah seperti orang Madura, datang menginterogasi. 

"Dari mana mas? " Dia bertanya
"Dari magetan" jawab saya
"Di surabaya tinggal nya dimana?"
"Di jombang di rumah temen"
"Begini mas, saya mau minta tolong". Dengan wajah mencurigakan dia bertanya.
"Minta tolong apa mas? "
"Adik saya gak pulang sampai sekarang, digebukin orang gara-gara judi, minta tolong bantu carikan kalau ketemu"
"Maaf mas, saya gak tahu" Jawab saya, sengaja mau menghindar.
"Ayo ikut saya ke rumah biar saya tunjukkan fotonya " Dia sedikit memaksa
"Maaf mas, saya orang jauh, ini mau segera pulang" Rasanya ingin segera loncat ke motor dan tancap gas
"Bapaknya sudah putus asa cari-cari anaknya gak ketemu-ketemu, tolong sampean kalo ketemu kabari saya, sampean paham ta? Dengan nada yang semakin meninggi
Saya mengangguk, sambil berpikir ini orang aneh, minta tolong sama orang jauh yang tidak tahu seluk  beluk tentang surabaya, kan masih  banyak orang lokal yang bisa dimintai pertolongan, saya semakin curiga karena saya bukan orang surabaya, sehingga dia pikir bisa dijadikan santapan empuk malam ini. 
"Paham gak? Kalo ditanya jawab, jangan ngangguk aja, dan kalau diajak ngomong dilihat, jangan tolah toleh saja, kon ora pernah digepuki wong ta,  ta culek matamu kon"
Saya memang sengaja mengalihkan pandangan biar gak fokus ke mata, karena saya khawatir dia mau nenghipnotis saya. Dan dari ancaman itu saya semakin yakin kalau itu begal.
"Ini orang minta tolong kok nadanya kaya begal nodong" batin saya.
"Ayo mas, rumah saya dekat situ aja kok"

Dia terus membujuk supaya ikut dengannya, tapi kami selalu beralasan,  mereka mulai putus asa, dan mulai menyadari bau busuknya sudah tercium, mereka akhirnya menggeber motornya dan meninggalkan kita tanpa sepatah kata.
Kamipun juga mengegas motor menuju arah berlawanan, dengan perasaan dag-dig-dug, dan berharap mereka tidak balik dan mengejar kita, hingga sampailah kita di jalur ramai, melewati  tugu pahlawan menyadarkan saya bahwa Indonesia belum Merdeka sepenuhnya, justru semakin banyak penjajah di negeri ini, dari anak bangsa sendiri.

Belakangan saya tahu, penjahat dengan modus adik hilang, tuduhan nabrak adik, tuduhan menganiaya adik, yang pada intinya mengajak korban untuk datang ke tempat sepi/rumahnya yang sudah ditunggu komplotan nya, dan kemudian merampas harta benda korbannya, bahkan hingga nyawanya.  modus seperti ini sudah mendapat banyak korban di kota-kota besar seperti jakarta, surabaya, hingga medan.
Saya membaringkan diri di atas sajadah masjid, melihat-lihat   keindahan album  foto jembatan suroboyo,  yang telah ternodai kejadian ini, seiring terpejamnya mata, saya mencoba melupakan , dan menyambut episode hari esok yang lebih seru.

Thursday 14 January 2016

Telaga Sarangan, Antara Slovenia dan Italia



BLED



Pulau Bled berada di dekat Kota Bled, Slovenia. Pulau ini dikelilingi Danau Bled (dalam bahasa Slovenia Blejsko Jezero), sebuah danau Glasial berwarna biru yang sangat cantik yang memiliki panjang 2.120m dan lebar 1.380m, dengan kedalaman 30,6 meter.  Disekitar danau ini terdapat pepohonan lebat nan sejuk dan pegunungan yang terlihat seperti mengelilingi dan menjaga danau ini.


Yang menarik, pulau ini terbentuk secara alami di tengah Danau Bled. Berdiri sendiri ditengah-tengah Danau Bled, pulau ini memiliki keindahan tersendiri, apalagi terdapat bangunan gereja yang jika dari jauh terlihat seperti kastil dengan menara yang indah. Menara ini memiliki daya pikat tersendiri karena menara di pulau ini terlihat seperti menara-menara didalam dongeng Rapunzel, Snow White, dan Aurora. Menara ini merupakan kesatuan dari bangunan gereja di Pulau Bled.

POSITANO



Positano merupakan sebuah perkampungan indah yang terletak di atas bukit menghadap lautan Adriatic di Campania, Italy. Susunan bangunan dan rumah yang berwarna warni di lereng bukit menciptakan suasana yang begitu harmoni dan ceria.


Pada waktu malam, bukit ini seakan dilimpahi cahaya gemerlap ditambah  dengan tiupan angin yang syahdu, menghasilkan nuansa yang romantis. Keunikan Positano ini telah menarik minat pengunjung-pengunjung yang datang untuk berwisata dan juga berbulan madu.


SARANGAN
Tapi Anda tidak perlu jauh-jauh ke Eropa untuk menikmati keindahan Bled dan Positano. Di Jawa Timur tepatnya di kabupaten Magetan. Ada telaga yang tengahnya terbentuk pulau kecil alami, ditambah dengan background pemandangan hijau nya pinus menyelimuti kemegahan gunung lawu  menambah keeksotisan telaga ini. Di sisi utara danau berdiri villa dan hotel berderet vertikal layaknya positano Italia yang menambah keindahan telaga yang terletak di lereng gunung ini. 

Sayangnya, meskipun mempunyai potensi yang sama denga Bled dan Positano. Pengelolaan telaga sarangan masih belum maksimal, Investor juga masih sepi. Padahal Andai saja di pulau yang ada di tengah telaga ini dibangun  masjid, ataupun villa kecil  nan eksklusif. Sangat mungkin akan menjadi ikon telaga ini. Ditambah dengan tata kelola bangunan yang bagus, misalnya dengan cat warna warni, ataupun pencahayaan yang kompak berlampu kuning di setiap bangunan, niscaya akan menambah nuansa romantis dan khas di telaga ini. Sehingga sarangan tidak hanya bisa dinikmati ketika siang saja. Malampun juga bisa dinikmati dengan suasana dan nuansa berbeda


Wednesday 13 January 2016

Membangun Peradaban Desa dengan Internet

Saat ini internet sudah menjadi kebutuhan pokok bagi sebagian masyarakat Indonesia. Disamping untuk sarana komunikasi, sangat banyak sekali manfaat yang lainnya,  masyarakat bisa belajar segala informasi yang dapat mengembangkan potensi daerahnya , seperti pertanian. pendidikan, dan perdagangan.

Menurut saya, internet adalah jembatan peradaban. Seorang anak di pelosok desa akan mempunyai pengetahuan yang luas jika mengenal internet. Seorang yang tidak mampu bersekolah tinggi, juga masih mempunyai kesempatan untuk menuntut ilmu dari internet. Seorang petani yang tidak pernah sekolah sekalipun akan mengetahui metode bertani paling mutakhir jika dia mengenal internet. Dengan internet, segala potensi yang ada pada desa akan selangkah lebih maju.

Indonesia adalah negara yang sangat luas, namun ekonomi, pendidikan, dan infrastruktur masih terpusat di pulau jawa. sementara di pulau pinggiran masih banyak yang tertinggal, dan masih sangat sulit untuk mengejar ketertinggalannya dari pulau jawa. Salah satu cara untuk meratakan ekonomi dan pendidikan adalah dengan  internet. sayangnya belum semua warga negara Indonesia bisa mengakses internet dengan lancar. Bahkan sebagian desa di pelosok indonesia belum terjangkau sinyal seluler.

Menurut saya, Wi-fi adalah teknologi yang paling tepat untuk ditempatkan di desa. selain karena tidak memerlukan sinyal seluler, juga lebih murah jika untuk digunakan warga secara bersama-sama, jauh lebih murah daripada membayar paketan bulanan untuk masing-masing warga. Selain itu adanya wifi di tempat strategis desa, juga akan memancing warga desa untuk berjualan di area hotspot, contohnya seperti warung kopi, jadi secara tidak langsung akan meningkatkan ekonomi warga sekitar.

Dengan dana desa yang mencapai lebih dari 660 juta untuk tahun ini, saya kira setiap desa sangat mampu untuk setidaknya menyediakan wifi gratis, minimal di  satu lokasi strategis desa. kita jangan hanya memikirkan infrastruktur nya saja, karena kita harus berfikir lebih maju untuk menjadi yang terdepan.

Thursday 7 January 2016

Kelebihan dan Kekurangan Tinggal di Desa

KELEBIHAN:

Udara Segar
Kehidupan di desa masih tergantung dengan pertanian. Oleh karena banyaknya tumbuhan, ditambah tidak adanya gedung tinggi berjejer, membuat udara segar dengan bebas masuk ke celah-celah ventilasi rumah kita. Sehingga tanpa AC pun kita sudah mendapatkan angin segar yang alami.

Rumah Lebih Luas
Harga tanah di desa masih sangat terjangkau harganya. Itulah sebabnya penduduk desa masih mampu  membeli tanah yang luas untuk rumah mereka, bahkan tidak perlu membeli pun sebagain orang tua sudah menyiapkan lahan untuk anak-anaknya. Sehingga rumah-rumah di desa relatif lebih luas daripada di kota.

Bebas Polusi
Lokasi yang jauh dari perkotaan, menjadikan tidak adanya kebisingan, bau asap kendaraan, steril nya sungai dari limbah pabrik. Itulah sebabnya tingkat stres penduduk perkotaan lebih tinggi dari penduduk desa. Bukankah yang dicari manusia adalah kebahagiaan?

Biaya Hidup Murah
Di desa, segalanya masih murah. Mulai dari tanah, panganan, dan jasa, semua masih jauh lebih murah dari perkotaan. Sehingga meskipun di desa uangnya sedikit, sudah mampu untuk biaya kehidupan sehari-hari

Budaya Gotong-Royong
Kehidupan di desa masih kental dengan budaya gotong-royong nya, sehingga tidak perlu terlalu banyak uang untuk membangun rumah, jalan, jembatan, maupun infrastruktur lainnya. Dalam mengadakan acara, mereka juga saling bantu-membantu, acara pernikahan misalnya, para tetangga akan datang sendirinya tanpa diundang sekalipun.

Pemandangan Indah
Pemandangan di desa masih alami, dengan sungainya yang jernih, sawahnya yang luas, dan juga landscape pegunungan yang bebas dipandang mata. Memang landscape gedung berderet di kota besar juga indah, tapi juga cepat membuat jenuh.

Bebas Macet
Jumlah penduduknya yang sedikit, juga bukan pusat kegiatan ekonomi, pendidikan, dan industri, Selain itu penduduk desa masih jarang yang memiliki kendaraan pribadi, itulah alasan  sedikitnya kendaraan yang berlalu-lalang di jalanan.

Rasa Kekeluargaan Tinggi
Indahnya hidup di desa
Masyarakat desa lebih menjunjung tinggi rasa kekeluargaan. Alasannya mungkin mereka masih kerabat, Berbeda dengan masyarakat kota yang cenderung Individualis, mungkin disebabkan karena masyarakat kota kebanyakan pendatang dari berbagai daerah. Sehingga tidak jarang, dengan tetangga samping pun tidak saling kenal.


KEKURANGAN:
*Pendidikan di desa masih tertinggal dengan yang ada di kota.
*Infrastruktur seperti rumah sakit, bandara, stadion, masih minim.
*Ekonomi di desa masih bergantung dengan pertanian.
*Hiburan seperti bioskop, mall, kolam renang, masih berpusat di kota.
*Teknologi di desa belum semaju di kota.
*Lahan pekerjaan masih minim.

Santri atau Maling Sandal ?


Sandal hilang sepertinya sudah hal biasa di kalangan pesantren ataupun di masjid-masjid. selama 12 tahun saya sekolah di pesantren, pengalaman sandal hilang sudah tak terhitung jumlahnya. Mulai sandal "jepit" hingga bermerk, sudah pernah mengalaminya. 

Wednesday 6 January 2016

8 BENDA YANG MEMBAWAKU KEMBALI KE MASA KECIL



Foto MI


Ya, masa sekolah MI adalah masa terindah dan paling mengesankan dalam hidup saya. Dari sinilah perjuangan dimulai, baik saya sendiri maupun orang tua sama-sama berjuang. Sejak kecil saya sudah berjuang , dan saya bangga dengan itu.

Hal yang paling mengesankan pada masa MI adalah ketika saya pernah dua kali mewakili sekolah saya dalam lomba "Cerdas Cermat", meskipun cuma setingkat kabupaten, itu sudah menjadi kebanggaan buat saya. Dan hal yang paling mengesankan ketika cerdas cermat itu adalah ketika lawan-lawan saya memakai pensil baru yang bagus, saya hanya membawa pensil beberapa sentimeter, Tapi ya itulah saya yang bangga dengan kesederhanaan nya.


Televisi

Saya cantumkan TV di sini, bukan karena saya sering nonton TV waktu kecil, tapi justru karena perjuangan untuk menonton TV itu. Saya hidup di dalam keluarga  fundamentalis, yang menganggap menonton TV adalah dosa. Selain itu saya juga hidup dalam keluarga sederhana yang sudah bisa makan setiap hari saja sudah bersyukur. Itulah sebabnya saya tidak punya TV waktu itu.

Setiap nonton TV saya pergi ke rumah teman, itupun belum tentu dia lagi nyalain TV, kalaupun nyalain TV pilihan channel nya belum tentu acara kartun, tapi justru bapaknya yang nonton acara berita. ada yang lebih nyesek dari ini?


Celengan

Meskipun anak orang miskin, tapi tidak membuat saya pasrah akan keadaan. Saya adalah manusia yang sangat ambisius. Ketika teman-teman saya dengan mudahnya merengek kepada orangtuanya untuk meminta sesuatu. Saya harus menabung beberapa minggu, bahkan berbulan-bulan hingga bertahun-tahun untuk mendapatkan apa yang saya inginkan. Dan uniknya,  saya selalu menuliskan barang-barang yang saya inginkan di celengan itu, sebagai motivasi. Dan dari budaya menabung itulah saya bisa membeli TV sendiri, meskipun MTs baru kesampaian :-)


Sepeda

Kembali ke masa perjuangan, sekolah MI saya berjarak 4km dari rumah saya. Pada waktu itu keluarga saya belum punya motor. Dan Ibu saya lah yang mengantar jemput si Ridwan kecil ke sekolah. Jika dihitung 4kmx4=16km, bayangkan, Ibu menempuh jarak sejauh itu setiap hari hanya demi anaknya bisa mengenyam pendidikan. Dan itulah motivasi terbesar dalam hidup saya.

Tidak hanya masa MI saja, sepeda menemani perjalanan saya, sampai MTs pun masih setia menemaniku, bahkan pagi dan sore. Ya, sekolah ku masuk dua kali, pagi dan sore, jadi jika dihitung 16km jarak yang aku tempuh setiap harinya. Untungnya menginjak MA sudah dibelikan motor, meskipun motor butut yang selalu jadi bahan bully-an. Tapi Alhamdulillah setelah lulus sekolah, berkat bisnis online,  saya sudah mampu beli motor yang saya inginkan, dalam waktu tak lebih dari 3 bulan.


Radio


Karena gak punya televisi, radio adalah hiburan mewah yang pertama saya miliki. Saya dapatkan waktu itu seharga  10.000,- rupiah. Kalau lagi insomnia, saya sering mendengarkan radio kecil ini sebagai hiburan, meskipun acara dini hari cuma ada RRI, lumayan daripada gak ada sama sekali :-). Acara paling bagus biasanya mengudara setiap malam minggu. Akan tetapi, radio ini sering jadi sasaran kemarahan bapak saya ketika saya gak bangun subuh. Alhasil barang mewah ini hancur berkeping-keping di tangannya.


Gimbot/Game Watch

Gimbot adalah salah satu permainan populer pada waktu itu, saya mendapatkan benda ini dengan membuka tabungan saya.  Saya membeli barang ini untuk hiburan pada waktu bulan puasa, sebagai alat untuk ngabuburit yang paling ampuh pada masa itu. Karena seringnya dimainkan, akhirnya tombolnya jadi kurang responsif, tapi dari itu timbullah keberanian membuka, dan akhirnya bisa memperbaiki nya sendiri.


Layang-layang

Pada masa kecilku, teknologi masih belum semaju sekarang, handphone masih hanya dimiliki oleh orang kaya. Beda dengan zaman sekarang yang sudah era digital, zaman dulu masih permainan tradisional. Salah satu permainan yang sering kami mainkan adalah layang-layang. Dengan terbatasnya teknologi, justru merangsang kreativitas anak-anak. Saya sudah mampu membuat layang-layang yang bahkan besarnya melebihi badan saya sendiri :-)


Tamiya

Selain layang-layang, permainan yang sering kami mainkan adalah tamiya. Saya mendapatkan barang ini tidak mudah, harus ngumpulin uang dulu beberapa bulan. Kami membuat lintasan tamiya dari kardus bekas yang direkatkan dengan lakban. Yang menang selalu yang pakai baterai "ces-cesan". punya saya yang pakai baterai abc tenaga matahari, sering di-overlap, :-). Kadang saking cepatnya tamiya, lintasan jadi jebol. Hehe :-)