Thursday 1 June 2017

Ahok Si Pemecah Belah Bangsa VS Habib Rizieq Pemersatu Umat

Akhir-akhir ini saya sering merenung sedih, kenapa Indonesia yang sebelumnya ayem tentrem jadi geger seperti  ini, jadi terpecah dua kubu, saudara yang dulunya sangat dekat sekarang jadi tidak saling sapa, yang dulunya PDKT'an di medsos sekarang unfriend-an. 😊

Semua berubah ketika pidato Ahok di Kepulauan Seribu, yang menyinggung sebagian umat Islam yang  berbuntut panjang, saya tidak mengatakan bahwa Ahok sengaja melakukan itu, atau berniat melakukan penistaan, tetapi Ahok melakulan blunder yang fatal, ibarat seorang Andres Escobar pada Piala Dunia 1994, dia tidak pernah berniat atau sengaja melakukan gol bunuh diri ketika itu, yang kemudian merenggut nyawanya setelah ditembak oleh pihak yang tidak terima dengan kekalahan itu. Semua sudah terjadi, Escobar tidak bisa meminta wasit untuk menganulir karena gol nya tidak disengaja, pokoknya gol ya gol. Begitulah kira-kira yang terjadi pada Ahok.

Kesalahan Ahok yang lain adalah tidak sensitif melihat konteks sosial, dia tidak sadar bahwa ucapannya adalah bagaikan bermain korek api  yang lingkungannya telah dilumuri bensin yang siap meledak menunggu pemicu, kemudian menimbulkan kerusakan di sekelilingnya hingga menjalar kemana mana. Presiden pun seolah kena getahnya (ralat: apinya).

Bodo amat siapa yang bisa disalahkan dengan keadaan ini, entah yang bermain korek, atau yang meletakkan bensin di sembarang tempat. Yang jelas kebakaran telah terjadi, kita tidak perlu saling hujat lagi, Keburu kebakaran meluas, yang kita perlukan adalah air sebanyak-banyaknya untuk memadamkan api hujatan dan perpecahan di seluruh negeri.

Keadaan saat ini tidak lepas dari tokoh sentral FPI, seorang Habib Rizieq ini sudah membenci Ahok jauh sebelum pidato Ahok di Kepulauan seribu, bahkan ketika Ahok dicalonkan menjadi wakil gubernur mendampingi Jokowi beberapa tahun lalu.

Berikut beberapa pidato Habib Rizieq yang saya kutip dari portal liputan6

“Kita siap lengserkan Ahok, gua nggak mau tahu, Ahok harus turun,” ujar Rizieq di depan Gedung DPRD DKI.

“Biarkan darahnya keluar, darahnya muncrat, darah kafir. Ganyang kafir asing, ganyang kafir asing,” teriak Rizieq.

Ahok dianggap sebagai calon pembawa azab karena tidak sesuai dengan Al-qur'an yang menurut mereka mengharamkan pemimpin kafir. Di satu sisi Habib Rizieq dianggap seorang pejuang agama yang tangguh, di sisi lain mereka dianggap tak lebih dari seorang bigot, bahkan oleh sebagian muslim sendiri. Mereka tidak bisa menerima kalau sesuatu terjadi di luar kemauan dia, agama versi dia, Tuhan versi dia. Padahal dia tidak sadar yang Ia Tuhankan adalah ego nya sendiri.




Di sebagian masyarakat Indonesia, ketika yang berbicara sudah dianggap ulama, maka kita harus siap menonaktifkan sikap kritis dari dalam diri kita, kalau tidak siap dikucilkan komunitas, dicap tidak beradab, dan lain sebagainya, "kamu ini siapa kok berani menyalahkan ulama?" Kita hidup di negara yang sebagian masyarakatnya terbiasa melihat yang berkata, bukan yang dikatakan. Melihat yang berperliku bukan perilakunya. Anjing babi kalau keluar dari mulut sang Habib ya suci (boleh), kalau dari yang pakai baju kotak kotak ya dianggap kasar. Begitu juga sebaliknya. Saya khusnudzon mungkin karena saking cintanya dengan ulama, seperti lagu Agnes Monica "Cinta kadang tak ada logika".

Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini adalah, Habib Rizieq diterpa isu chat mesum dengan Firza Husein, Seketika hal itu terjadi maka di mata pendukungnya dalam hati terbersit kata TIDAK MUNGKIN !! Habib Rizieq, ulama kita tidak mungkin melakulan itu, STOP Kriminalisasi Ulama. Kenapa perlakuan yang sama kepada Ahok yang menghadirkan berjuta-juta massa untuk menyeret Ahok ke Pengadilan tidak dilakukan kepada Habib Rizieq untuk membuktikan dia tidak bersalah?. Pokoknya kalo Ahok SERET KE PENJARA !!! tetapi kalau Habib Rizieq STOP Kriminalisasi Ulama.

Begitu pula yang terjadi pada pendukung Ahok, mereka tidak terima junjungannya divonis bersalah, pokoknya Ahok itu orang baik, tidak mungkin melakukan penistaan agama, mereka tidak menyadari bahwa orang di dunia ini tidak ada yang sempurna. Sikap mereka kepada Habib Rizieq juga langsung menelan mentah-mentah ketika Habib Rizieq diterpa isu, seketika cap habib mesum langsung dialamatkan kepadanya, padahal ada KEMUNGKINAN juga yang membuat chat mesum adalah kalangan mereka sendiri.

Hoax pilih-pilih, kalau hoax dari kubu lawan seperti otak otomatis non-aktif karena diselimuti kebencian, Hoax langsung ditelan mentah-mentah kemudian klik share, kalau hoax dari kubu kawan sikap nya luar biasa kritis, hmmm sepertinya saya harus belajar dari mereka ini untuk menonaktifkan otak jika diperlukan. Sangat berguna ketika tidak bisa tidur kepikiran utang 😊

Saling hujat dan caci maki itu tidak ada bedanya dengan anak kecil yang saling mengolok nama bapaknya, bani serbet dan penghuni bumi datar, ujaran seperti itu yang justru membuat kebencian berputar tiada habisnya, mengebiri logika akal sehat kita.

Ramadhan telah tiba, mari kita jadikan momentum di bulan suci ini untuk menyucikan hati, dan mengaktifkan akal sehat kita. Mari gunakan energi untuk berbuat kebaikan di bulan penuh berkah ini. Mari kita gunakan media sosial sebagai jarum untuk merajut hubungan kita, bukan untuk menusuk persaudaraan kita.

Yang terakhir, saya bukan habib, bukan pula Ahok. Jadi jangan segan mengkritik saya, dan juga saya kira Anda bisa melihat tulisan ini secara lebih objektif karena saya yakin Anda tidak punya perasaan dengan saya 😊

Sunday 9 April 2017

Penyebab Konflik Agama

Si A lahir, dewasa, kemudian disekolahkan di sekolah yang menganut ideologi B sesuai dengan yang dianut keluarga, kemudian merasa ideologi nya paling benar, sang pemimpin bak dewa, selain ideologi dia sesat, selain agama dia masuk neraka, berbahaya buat keyakinan dia, dan menganggap mereka musuh.

Si B lahir, dewasa, disekolahkan di sekolah yang menganut ideologi D, kemudian merasa ideologi nya paling benar, sang pemimpin bak dewa tanpa pernah berbuat kesalahan, selain ideologi dia sesat, selain agama dia masuk neraka, berbahaya buat keyakinan dia, dan menganggap mereka musuh.




Kedua orang ini suatu saat bertemu, saling curiga, saling membenci, bahkan yang paling ekstrim saling membunuh, karena merasa kelompok lain sesat menyesatkan. Keadaan menjadi lebih buruk jika kedua orang ini mengajak orang-orang lain untuk mengikuti ideologi dia.

Jika sudah terjadi pembunuhan, teman sekelompok ingin balas dendam, lebih parah lagi diiming-imingi sang bidadari yang menunggu di khayangan oleh sang pemuka agama, terjadilah peperangan yang meluas, tak kan ada habisnya.

Jika skenario di atas di balik, si A ikut ideologi D, dan si B ikut ideologi C, hasilnya akan sama saja, sangat sedikit kemungkinan  mereka beralih ideologi yang dianut sejak kecil. saling memusuhi, karena mereka berdua sudah dibrainwash hanya kelompok dia yang benar, yang lain sesat menyesatkan bahkan kafir.

Mereka sangat sulit beranjak dari ideologi yang diyakini, bukan mereka berdua tidak punya otak, tetapi dicuci otak, ketika logika dan nurani  mereka tidak dapat menerima apa yang dijalani, atau yang dikatakan sang guru, buru-buru teman, keluarga, hingga diri sendiri berkata "Jangan begitu, hati-hati, awas, ini namanya iman, kalau kamu tidak seperti ini bisa jadi kufur, dan masuk neraka selama-lamanya". Buru buru mereka menonaktifkan logika dan nuraninya, karena takut sang malaikat pencabut nyawa datang ketika logika dan nurani aktif mengritisi apa yang diyakini. dan terjadi terus menerus ketika logika dan nurani aktif, dogma yang dibawa sejak kecil seolah menghilangkan peran kedua komponen penting dalam diri manusia itu, Logika dan nurani.

Situasi berbeda jika si A dan B lahir dari  dan bersekolah di ideologi E yang menganut ideologi moderat, saling memahami bahwa ideologi dan agama lain juga sedang mencari jalan kebenaran, tidak perlu saling mengkafirkan, tidak ada alasan untuk menyuarakan kebencian dan menggelorakan peperangan. Yang ada hanya saling memahami, saling menghormati, dan saling menghargai. Tetapi skenario ini sepertinya sedikit sekali, karena sebagian besar ideologi menganggap bahwa mengkafirkan yang lain adalah bagian dari iman, yang benar adalah saya, yang lain kafir. Jika Anda menganggap yang lain juga sama-sama sedang mencari jalan kebenaran, Anda sudah pantas divonis tidak beriman.

Jika memang Ideologi yang dianut mengharuskan untuk menganggap yang lain adalah kafir, minimal hilangkan rasa benci, curiga, hingga rasa superioritas diri, yang bisa menggusur rasa toleransi.



Friday 7 April 2017

Menertawakan Kehidupan

Hari ini saya dan teman teman saya Yusuf, dan Tursina, mempunyai rencana pergi ke candi  cetho yang terletak di Karanganyar jawa tengah. Cuaca sedikit mendung tetapi kami adalah ashabul nekat, yang jangankan hujan, banjirpun kami lewati (jembatan)  ðŸ˜€


Kami berangkat sekitar pukul 12 siang, dan tidak mempersiapkan jas hujan untuk persiapan jika terjadi hujan nanti. Dengan modal nekat kami bertiga berangkat beranjak meninggalkan base camp menuju candi cetho.


Sesampainya di Magetan kota sudah turun hujan cukup deras, alhasil kami basah kuyup, tetapi masih tetap nekat menerjang dinginnya udara lereng Gunung lawu.


Kami berhenti di cemoro sewu sekedar untuk mengisi perut yang kosong karena belum makan siang, sekaligus menghangatkan badan yang menggigil, dan tangan yang pucat putih. Berharap hujan segera reda dan kami bisa melanjutkan perjalanan.

Kami memesan makanan dan minuman, berbincang sambil tertawa bersama, menertawakan hal-hal kecil, seperti kopi kita bertiga yang tidak terasa panas sama sekali (saking dinginnya), masih memakai helm ketika di kedai supaya tidak dingin, sampai tangan yang tidak bisa diam karena menggigil.



Waktu terus berputar, tak terasa senja sudah datang, dan tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan, di saat seperti itu kami tidak memilih untuk menangisi tragedi ataupun menyesali keputusan. Tidak ada raut wajah penyesalan,  tetapi memilih untuk menertawakan kehidupan yang kadang memang tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan.





Meskipun cuaca dingin, tetapi suasana tetap hangat, karena kami berbincang dan tertawa bersama, berbicara tentang mimpi hingga pujaan hati.


Menjelang pulang kami mendapati momen langka dimana perbukitan di seberang sedang diselimuti awan putih yang mana fenomena itu hanya terjadi setelah hujan saja. Kamipun berfoto bersama, yang tidak hanya mengambil gambar, tetapi mengabadikan momen,  sebuah momen untuk merayakan kehidupan.


Ya begitulah hidup ini, terkadang apa yang terjadi memang tidak sesuai keinginan kita, cobalah menerima apa yang diberikan Tuhan kepada kita, jalani dan syukuri, Tuhan memberimu jalan yang lebih indah. Jika belum menemukan keindahan, cobalah merubah sudut pandang Anda, seperti setangkai mawar,  Anda memiliki opsi untuk menikmati keindahan bunga nya atau hanya merasa ngeri karena durinya? 


Saturday 1 April 2017

Perang Pakai Panah, Apa Kata Donald Trump?

Seminggu yang lalu saat menghadiri acara yasinan di rumah tetangga sebelah, seperti biasa sebelum memulai yasinan kita saling bercengkrama satu sama lain, seorang yang duduk di depan saya sedang membahas anaknya yang di pesantren yang diwajibkan membawa panah untuk latihan di sekolah.

Kemudian seorang lagi yang duduk disamping saya menimpali, "bagaimana kalau kita adakan latihan panahan saja di sini, ini Sunnah lho, kelak akan berguna untuk melawan orang kafir".

Para hadirin sepertinya tidak ada yang antusias, terutama saya yang justru tertawa dalam hati dengan kalimat terakhirnya yang cukup menggelitik logika saya. Jika yang dimaksud orang kafir adalah israel yang selalu berkonflik dengan Palestina, mau sampai kiamat gak bakalan menang, mungkin di padang mahsyar bisa menang.  Bagaimana mungkin pesawat tempur dan tank canggih Israel bisa ditaklukkan hanya dengan kamu pandai berenang  dan sebusur panah?

Saya sudah cukup faham pola pikir yang semacam itu, sehingga saya bisa menebak jika pertanyaan itu saya lontarkan ke mereka, mereka akan menjawab dengan jawaban yang khas "dengan pertolongan Allah semua bisa ditaklukkan." Lalu kenapa sejak abad ke 19 kita tidak pernah menang? Bahkan ketika Israel dikeroyok enam negara sekalipun?

Jawabannya karena kita memahami Al-Qur'an dan hadits secara tekstual bukan kontekstual. Di saat negara-negara kafir sibuk membuat alat-alat tempur nan canggih, negara non kafir masih sibuk dengan menenteng busur usang. Okelah jika kita gunakan sebagai sarana olahraga justru bagus, saya sendiri pernah membuat panah untuk olahraga.  Tetapi kalau ada embel-embel untuk melawan orang kafir, memangnya kita hidup di zaman apa? Ini 2017 bro, bukan zaman batu, saya maklumi jika kendaraanmu pakai unta, hidup di padang pasir,  tidak ada akses informasi dan teknologi. Tapi jika kamu ngaji pakai motor, telpon pakai Android, lalu mau lawan Israel pakai panah? ☺apa kata donald trump?

Mbok yo di zoom-out dulu agar pemikiran lebih luas dan penafsiran lebih tepat, ini sama seperti penafsiran hadits tentang siwak, jika memakai sikat gigi tidak sunnah. Padahal jika kota zoom-out pandangan kita kelihatan sebenarnya yang sunnah itu membersihkan gigi nya bukan siwaknya, jadi dengan media apapun tetap sunnah. Sama halnya dengan hadits tentang berenang dan memanah, jika ini dalam konteks perang. Kita disuruh berenang dan memanah untuk memperkuat militer kita, jadi untuk saat ini kamu bisa jadi TNI untuk mengamalkan hadits tsb.

Jika kita memahami agama secara tekstual, kita akan tetap primitif, karena hukum, budaya, bahkan alat perang masih menggunakan produk abad ke 6 masehi.

Saya percaya jika perang nuklir terjadi, semua akan hancur termasuk manusia akan musnah, jadi tidak adalagi perang panah-panahan. Kecuali kalau nuklirnya tidak sampai ke Indonesia otomatis kita masih hidup, dan tentunya senjata modern masih ada, ngapain pakai panah? ☺️

Atau mungkin energi di masa depan akan habis? Sekarang sudah banyak energi alternatif terbarukan, matahari dan angin dan air saja bisa jadi energi, kalau ketiga elemen tsb sudah tidak ada saya percaya energi punah, tapi manusia punah juga saat itu 😀