Sunday 9 April 2017

Penyebab Konflik Agama

Si A lahir, dewasa, kemudian disekolahkan di sekolah yang menganut ideologi B sesuai dengan yang dianut keluarga, kemudian merasa ideologi nya paling benar, sang pemimpin bak dewa, selain ideologi dia sesat, selain agama dia masuk neraka, berbahaya buat keyakinan dia, dan menganggap mereka musuh.

Si B lahir, dewasa, disekolahkan di sekolah yang menganut ideologi D, kemudian merasa ideologi nya paling benar, sang pemimpin bak dewa tanpa pernah berbuat kesalahan, selain ideologi dia sesat, selain agama dia masuk neraka, berbahaya buat keyakinan dia, dan menganggap mereka musuh.




Kedua orang ini suatu saat bertemu, saling curiga, saling membenci, bahkan yang paling ekstrim saling membunuh, karena merasa kelompok lain sesat menyesatkan. Keadaan menjadi lebih buruk jika kedua orang ini mengajak orang-orang lain untuk mengikuti ideologi dia.

Jika sudah terjadi pembunuhan, teman sekelompok ingin balas dendam, lebih parah lagi diiming-imingi sang bidadari yang menunggu di khayangan oleh sang pemuka agama, terjadilah peperangan yang meluas, tak kan ada habisnya.

Jika skenario di atas di balik, si A ikut ideologi D, dan si B ikut ideologi C, hasilnya akan sama saja, sangat sedikit kemungkinan  mereka beralih ideologi yang dianut sejak kecil. saling memusuhi, karena mereka berdua sudah dibrainwash hanya kelompok dia yang benar, yang lain sesat menyesatkan bahkan kafir.

Mereka sangat sulit beranjak dari ideologi yang diyakini, bukan mereka berdua tidak punya otak, tetapi dicuci otak, ketika logika dan nurani  mereka tidak dapat menerima apa yang dijalani, atau yang dikatakan sang guru, buru-buru teman, keluarga, hingga diri sendiri berkata "Jangan begitu, hati-hati, awas, ini namanya iman, kalau kamu tidak seperti ini bisa jadi kufur, dan masuk neraka selama-lamanya". Buru buru mereka menonaktifkan logika dan nuraninya, karena takut sang malaikat pencabut nyawa datang ketika logika dan nurani aktif mengritisi apa yang diyakini. dan terjadi terus menerus ketika logika dan nurani aktif, dogma yang dibawa sejak kecil seolah menghilangkan peran kedua komponen penting dalam diri manusia itu, Logika dan nurani.

Situasi berbeda jika si A dan B lahir dari  dan bersekolah di ideologi E yang menganut ideologi moderat, saling memahami bahwa ideologi dan agama lain juga sedang mencari jalan kebenaran, tidak perlu saling mengkafirkan, tidak ada alasan untuk menyuarakan kebencian dan menggelorakan peperangan. Yang ada hanya saling memahami, saling menghormati, dan saling menghargai. Tetapi skenario ini sepertinya sedikit sekali, karena sebagian besar ideologi menganggap bahwa mengkafirkan yang lain adalah bagian dari iman, yang benar adalah saya, yang lain kafir. Jika Anda menganggap yang lain juga sama-sama sedang mencari jalan kebenaran, Anda sudah pantas divonis tidak beriman.

Jika memang Ideologi yang dianut mengharuskan untuk menganggap yang lain adalah kafir, minimal hilangkan rasa benci, curiga, hingga rasa superioritas diri, yang bisa menggusur rasa toleransi.



No comments:

Post a Comment