Monday 21 December 2015

Jakarta dalam Perspektif "Wong Ndeso"

Jakarta bagaikan magnet yang menarik jutaan manusia untuk mengadu nasib ke kota megapolitan terbesar  di dunia setelah tokyo ini. hingga saya sendiri pun tak lepas dari  daya tariknya.
Sebelum ke Jakarta , saya membayangkan jakarta adalah kota yang indah dan megah dengan pencakar langitnya. dan juga dilengkapi fasilitas dan infrastruktur nomor satu di negeri, dan saya akan bahagia di sana.
Setelah saya merasakan sendiri  kehidupan jakarta. Inilah rangkuman yang saya dapatkan selama empat puluh hari di sana:

1. disambut dengan deretan pencakar langit
Tak bisa dipungkiri bahwa melihat deretan gedung pencakar langit merupakan keindahan tersendiri. terutama untuk yang tinggal di daerah kampung yang cuma bisa membayangkan dan menyaksikan kemegahan ibu kota dari layar kaca. berdiri di tengah nya merupakan pengalaman luar buasa yang tidak bisa didapatkan di desa manapun di seluruh Indonesia.
2. Menikmati kemajuan teknologi nya
Di kota² besar terutama jakarta, semua serba berbau teknologi untuk memudahkan aktifitas kita sehari², contoh nya seperti naik trans jakarta yang dengan mudah menempelkan kartu tanpa perlu antri beli tiket
3. Melihat Langsung objek yang sering ditampilkan di TV
Sebagai "wong ndeso"pasti sangat bangga dan bahagia  setelah melihat secara langsung lokasi² yang sering muncul di TV , seperti Monas, Bunderan HI, Ancol, dll. Sekarang kita tidak hanya bisa membayangkan saja, tapi juga merasakan dan menikmatinya secara langsung
4. Merasakan Kemacetan Jakarta
Ketika beberapa hari merasakan macetnya Jakarta, secara otomatis saya   merindukan jalanan di kampung halaman  yang sepi dan lengang, kelak setelah pulang nanti saya akan merasa sangat lega dengan jalanan di kota/desa yang lancar , dan tentu saja akan sangat menikmati dan bersyukur dengan-Nya, yang mana rasa syukur itu gak bisa saya dapatkan sebelum merasakan Macetnya jakarta
5. Menghirup Polusi Jakarta
Tak dapat dipungkiri bahwa jakarta adalah salah satu kota dengan polusi udara terburuk di dunia. dan saya sangat merindukan udara yang bersih dan semilir angin yang bebas menghampiri di desa, berbeda dengan jakarta yang bahkan angin tidak bisa masuk ke halaman rumah karena terhalang deretan pencakar langit. bahkan kalaupun ada angin yang masuk sudah campur polusi udara yang tercemar
6. Merasakan Sumpek dan Semrawutnya Jakarta
Jakarta adalah salah satu kota terpadat di dunia, jika kita merasakan tinggal di daerah perkampungan jakarta yang sempit, padat, dan semrawut, dengan jalan sempitnya, Saya juga merindukan lingkungan rumah  saya yang sepi, luas, dan teratur
7. Merasakan mahalnya biaya hidup Jakarta
Pada saat  pertama kali ke jakarta, saya dibuat tercengang dengan mahalnya biaya hidup di jakarta yang berkali lipat jika dibandingkan biaya hidup di desa terutama pulau jawa, dan saya mulai merindukan nasi pecel keliling Rp. 1500/porsi langganan saya.
Pada titik tertentu saya dibuat stress dengan kemacetan, kebanjiran, polusi, kesemrawutan, kesumpekan, kebisingan, dan keramaian jakarta
Dan ketika kembali ke kampung, hari-hari saya terasa sangat indah dengan diliputi rasa syukur atas kebersihan dan kesejukan udaranya, kelengangan jalannya, keramahan penduduknya, kebersihan lingkungannya, kemurahan biaya hidupnya, dan damai nya kehidupan di desa, yang pasti semua akan terasa lega ketika di rumah.
Dan pada intinya, bahagia itu tanpa syarat apapun. Tidak perlu fasilitas mewah, tidak perlu gedung megah, tidak perlu infrastruktur lengkap. Rasa syukur lah yang membuat bahagia, dan seringkali kita tidak pernah bersyukur sebelum nikmat itu hilang dari kita. Di desa yang sama, di rumah yang sama, dan di keluarga yang sama, saya baru menemukan kebahagiaan setelah saya tinggalkan.
Kebahagiaan dari seorang karyawan yang baru saja membeli mobil baru, adalah sama dengan seorang anak TK yang dibelikan mainan mobil-mobilan oleh orang tuanya, Kebahagiaan itu bukan dari apa yang didapat, tapi dari  apa yang disyukuri. dan tingkat kebahagiaan adalah sedalam rasa syukur kita

2 comments: