Wednesday, 28 September 2016
Bernostalgia dengan Google Street View
Monday, 26 September 2016
Kembalian Permen
Siang itu saya pergi ke JNE Temboro untuk mengirimkan sebuah paket untuk customer saya, pekerjaannya sebagai agen JNE ini sebenarnya sebagai sampingan saja, untuk bisnis pokoknya adalah jualan di toko, jadi JNE dan tokonya berada dalam satu ruangan, saya ke temboro karena agen inilah yang terdekat dari tempat tinggal saya.
Seperti biasa saya cek dulu ongkos kirimnya yang tertera pada website resmi JNE, dan ternyata tarifnya ada selisihnya, ya bisa dimaklumi lah cuma Rp. 1000, mungkin untung dari JNE tidak seberapa, pikir saya.
Saya pun membayar nya dengan uang Rp. 25.000, dan masih sisa Rp. 1000, saya menunggu si penjual ke belakang mengambil kembalian, beberapa saat kemudian muncullah suara krosek-krosek seperti sebuah tangan merogoh sesuatu. Saya mulai berfirasat tidak enak, dan ternyata seperti yang diduga, si penjual membawa segenggam permen, tanpa basa-basi ataupun permintaan maaf, langsung menyodorkan segenggam permen ke saya kemudian langsung berpaling, sayapun juga langsung pergi sambil menggerutu dalam hati, suatu saat saya kesini lagi saya bayarnya pakai setoples permen, hahaha
Memang duit Rp. 1000 terlihat sepele menurut kita, tapi bukanlah hal sepele di mata hukum, dikatakan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. "Sesuai Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, pengusaha ataupun pedagang yang mengganti uang kembalian dengan permen bisa dijerat ancaman sanksi maksimal dua tahun penjara dan denda maksimal Rp5 miliar," kata Kepala Bidang Perlindungan Konsumen dan Pengawasan Barang Beredar Disperindagsar Kabupaten Kotim, Maulana, di Sampit, Kamis (19/7).
Saturday, 24 September 2016
Cara Membuat Air Mancur dengan Rp. 50.000
Friday, 23 September 2016
Transformasi Ideologi Saya dari Masa ke Masa
Kali ini saya akan menuliskan transformasi Ideologi saya dari masa ke masa, mulai dari kecil hingga saat ini, semoga memberikan gambaran yang utuh mengenai diri saya.
Saya lahir dari keluarga yang sangat religius, dari kecil sudah dididik untuk shalat berjamaah, puasa, dan tuntutan agama lainnya, bahkan sebelum sekolah saya sudah puasa hampir sebulan penuh, yang pasti saya dididik untuk jadi seorang ustad atau minimal dai, itulah ekspektasi kedua orangtua saya, sehingga saya dididik berbeda dengan anak-anak lainnya.
Keluarga saya sangat konservatif, dahulu menganggap bahwa menonton TV adalah kemaksiatan, sehingga setiap nonton kartun harus pergi ke rumah teman, setiap meminta izin kepada orang tua selalu dipesan untuk selalu berzikir ketika nonton nanti biar tidak digoda setan, saya sanggupi meskipun zikir pas iklan saja, karena pas acara mungkin setannya juga ikut nonton jadi tidak ganggu, hehe.
Ibu dan bapak saya bukanlah ahli agama, hanya orang awam yang sedikit tahu tentang agama, dan semakin memperdalam agama setelah ikut gerakan Jamaah Tabligh yang berpusat di Magetan, yang dari sinilah orang tua saya mengambil rujukan agama, dan ikut aktif dalam organisasi tersebut, bahkan bisa dikatakan senior dalam kelompok lokal di desa.
Saya sangat mengapresiasi dan menghargai gerakan Jamaah Tabligh ini, bahkan sampai sekarang saya masih ikut berdakwah dengan mereka, karena dengan semangat dan ketulusan, banyak yang mendapatkan hidayah sebab mereka, kelompok yang berpusat di India ini mendakwahkan agama dengan ketulusan tanpa kekerasan, bahkan kepada hewan sekalipun.
Mulai dari MI, MTs, hingga MA, saya sekolah di salah satu pesantren di Magetan yang berafiliasi dengan Jamaah Tabligh, saya akui pesantren ini luar biasa, menghasilkan ulama, dan da'i-da'i yang tersebar ke seluruh dunia, melahirkan ustadz yang tidak hanya berilmu tapi juga dibekali iman yang kuat. Meskipun begitu dalam beberapa hal berseberangan dengan pemikiran saya, seperti metode yang saya anggap masih tradisional, lebih mengedepankan hafalan daripada pemahaman, cenderung mendiskreditkan pendidikan formal, dan menurut saya rendahnya pendidikanlah yang membuat peradaban Islam semakin tertinggal. Tidak ada gading yang tak retak, pesantren ini masih menjadi referensi utama saya. Dan saya percaya pesantren ini dibangun dengan cita-cita yang besar dan akan berkembang lebih maju seiring berjalannya waktu.
Seperti pesantren pada umumnya, pelajaran agama dan bahasa Arab mengambil porsi terbanyak, tetapi justru bahasa inggrislah yang paling saya minati, dengan berbekal inilah saya gunakan untuk mengeruk informasi dan ilmu apa saja dan darimana saja, dan dengan bahasa inilah yang akan saya gunakan untuk berdakwah kelak ke seluruh dunia.
Saya termasuk orang punya rasa ingin tahu yang cukup tinggi, bahkan saat menonton TV selalu disandingkan dengan smartphone, ketika ada istilah yang tidak saya ketahui atau ada sesuatu yang menarik langsung mencari nya di Internet, kegiatan saya di rumah adalah membaca apa saja yang menurut saya menarik, meskipun saya tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat lebih tinggi, akan tetapi saya yakin, saya membaca dan belajar setiap hari lebih lama dari Anda.
Berbeda dengan di pesantren yang hanya mendengarkan pelajaran dari satu ustadz, dari internet juga saya mempelajari Islam dalam banyak versi. tidak hanya Islam, bahkan saya sedikit banyak tahu tentang ajaran kristen, katolik, budha, hindu, cukup tahu saja tidak mendalami. saya membaca banyak referensi di situs Islami, Mulai dari Muhammadiyah, NU, wahabi, salafi, hingga JIL.
Semakin banyak informasi yang saya dapat, saya merasa bahwa Islam versi Muhammadiyah lah yang paling sesuai menurut saya pribadi, Islam yang progresif dan tidak terjebak dengan agama yang ritualis simbolik. urusan budaya dan kebangsaan NU yang terdepan, dalam hal dakwah Jamaah Tabligh yang paling luar biasa, meskipun begitu saya tidak terikat dengan kelompok tertentu, saya ikuti yang benar, dan meninggalkan yang menurut saya salah, karena setiap ormas tidak ada yang sempurna.
Alasan saya untuk hanya mengambil yang baik saja dari sekian banyak ormas adalah karena menurut saya dalam menjalankan sesuatu dibutuhkan kenyamanan dalam hati, karena bagaimana bisa kita dikatakan beriman jika apa yang dilakukannya membuat dirinya sendiri tidak nyaman? Bukan ketulusan, hanyalah iman yang dipaksakan.
Saya yang berbeda dari teman-teman saya inilah yang membuat saya seringkali dicap liberal, ya saya memang liberal dalam artian harfiah, dalam KBBI liberal artinya bebas, bebas berfikir, bebas membaca apa saja, bebas mengkritik. dengan kebebasan inilah yang membuat saya keluar dari tempurung, tidak terikat dan fanatik dengan aliran apapun, bisa bertoleransi dengan aliran bahkan agama manapun.
Selain bebas, saya juga terbuka dengan informasi dan kritik dari siapapun, tulisan ini tidak bertujuan untuk mendiskreditkan pihak tertentu, apabila kurang berkenan, saya mohon maaf sebesar-besarnya.